Senin, 19 Januari 2015

MERINTIS AKSI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

Pengalaman Kecil

Musibah banjir 15 tahun yang lalu melanda Jabodetabek, telah membawa kerusakan berbagai sarana dan prasarana serta penghidupan masyarakat. Desa Sukmajaya di Bekasi, salah satu diantaranya yang mengalamai kerusakan permumahan, lingkungan, pertanian dan usaha yang dijalankan oleh masyarakat. Ketika itu Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera (BMS), telah menjalankan program Pemberdayaan Keluarga Anak jalanan, dengan dua intervensi, yakni peningkatan ekonomi keluarga dan pengembalian anak jalanan ke sekolah. Sukmajaya merupakan areal kerja program ini.

Intervensi awal penanggulangan akibat banjir adalah layanan kesehatan dan bantuan sembako. Kedua intervensi ini memberikan pemahaman yang dalam tentang kebutuhan riil mereka dan pada sisi lan diketahui sejumlah tokoh masyarakat yang “tulus” membantu sesama.  Dialog yang intensif dengan tokoh masyarakat ini membuahkan kebutuhan untuk perbaikan perumahan yang telah rusak. Masyarakat menentukan urutan warga yang akan memperoleh perbaikan perumahan. Sementara BMS melakukan pendekatan kepada pihak mitra untuk ikut membantu.

Habitat Humanity International tertarik, dengan pendekatan perbaikan perumahan dengan pijakan “membangun kemandirian”. Pola awal yang ditempuh, adalah penyediaan bahan bangunan yang diperlukan dan masyarakat secara bersama membangun nya. Ini ditempuh hanya untuk 5 unit rumah, guna meyakinkan masyarakat bahwa dengan “gotong royong” mampu mengurangi persoalan perumahan. Penerima manfaat didorong untuk menabung dan akumulasi tabungan ini digunakan untuk membangun unit perumahan berikutnya.

Dana yang diperoleh untuk membangun tiap unit rumah didapat kan dari perusahaan, sekitar Rp. 7,5 juta  per unit. Perusahaan telah memberikan komitmen untuk membantu 40 unit rumah. Dengan  cara ini, jumlah rumah yang dapat dibangun semakin banyak.   Kontribusi masyarakat dengan “gotong royong” dan kegiatan volunteer perusahaan ke lapangan, mengurangi biaya yang diperlukan untuk tiap rumah. Pada sisi lain, mereka semakin erat  kebersamaan dalam menyelesaikan persoalan di sekitar mereka. 

Contoh kedua adalah penguatan Sanggar Belajar Anak di daerah Pedongkelan, Pulo Gadung, Jakarta Timur.  Dengan dukungan ILO, BMS telah melaksanakan program pengurangan anak jalanan, melalui penguatan kapasitas orang tua dan bimbingan pada anak jalanan. Penguatan kapasitas orang tua ditempuh melalui penyadaran tentang hak anak dalam pendidikan dan pembekalan ketrampilan produktif bagi tambahan pendapatan keluarga. Program bagi anak anak adalah motivasi kembali ke sekolah, persiapan untuk mengikuti ujian kesetaraan paket A, B dan C. Bagi anak anak dengan usia 15  tahun keatas, diberikan pembekalan ketrampilan sesuai dengan minatnya. Pada giliran berikutnya adalah memberikan pembelajaran bagi mereka untuk merintis usaha dengan dukungan dana dari program.

Sangar Belajar Anak, sebuah sarana penting. Disini anak-anak diajak ketemu secara reguler, belajar, ngaji dan membicarakan hambatan nya, termasuk menyegarkan motivasinya. Di tempat ini juga ajang berlangsungnya pertemuan orang tua, membekali dengan kepercayaan diri, semangat dan pembekalan ketrampilan.  Kegiatan di sanggar ini dikomunikasikan dengan media. Media TV memberikan dukungan perbaikan sarana, sementara kunjungan Menteri Pendidikan ke lokasi, menambah semangat anak dan keluarga untuk berubah. Dukungan lanjutan bagi sanggar ini berdatangan.

Concern Perusahaan

Perusahaah yang ikut serta dalam kedua contoh diatas,  dapat disebut sebuah kepedulian. Sehingga dapat dimaknai bahwa  CSR adalah sebagai bentuk kegiatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui peningkatan kemampuan manusia sebagai individu untuk beradaptasi dengan keadaan sosial yang ada, menikmati, memanfaatkan, dan memelihara lingkungan hidup yang ada. CSR merupakan salah satu wujud partisipapsi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan untuk mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat sekitar melalui penciptaan dan pemeliharaan keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial, dan pemeliharaan lingkungan hidup. Dengan perkataan lain, CSR dikembangkan dengan koridor Tri Bottom Line yang mencakup sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Ketiga aspek itu akan menjadi pilihan perusahaan.  Pertanyaan yang muncul  adalah dimana prioritas  perhatian  dan pertanyaan selanjutnya pada area mana akan memulai. Area rintisan untuk memulai  dapat   mempertimbangkan, radius kerja perusahaan dengan produk yang dihasilkan (bila produk/jasa) tersebut menyangkut konsumen yang lebih umum  atau keikut sertaan dalam penanganan isyu nasional (kesehatan, lingkungan dll).

Paling tidak perusahaan harus menetapkan pilihannya, seperti:

1.      Community and Broader Society. Mayoritas perusahaan memiliki aktivitas dalam area ini, salah satunya adalah melalui pemberdayaan masyarakat yang intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Implementasi pemberdayaan masyarakat melalui:

·         proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat  memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.
·         kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

2.      Environtment Programs. Program yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan misalnya dengan menghasilkan produk yang aman, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan ramah lingkungan; membuat sumur resapan; dan penyaluran limbah dengan baik.

3.      Ikut menyumbang untuk kegiatan yang sifat nya “musibah”,  gempa, banjir, dan persoalan lan yang bersifat parsial dan insidental

Tahapan

Pengembangan CSR memerlukan tahapan yang runtun. Tahap pertama, dimulai dengan upaya melihat dan menilai kebutuhan masyarakat dengan cara mengidentifikasi masalah yang terjadi dan mencari solusi yang tepat. Tahap kedua, perlu dibuat rencana aksi beserta anggaran, jadwal, indikator evaluasi, dan sumber daya yang diperlukan bagi perusahaan. Tahap ketiga, melakukan monitoring kegiatan melalui kunjungan langsung atau melalui survey. Tahap keempat, melakukan evaluasi secara regular dan melakukan pelaporan untuk dijadikan panduan strategi dan pengembangan program selanjutnya. Evaluasi dilakukan pula dengan membandingkan hasil evaluasi dari internal perusahaan dan eksternal perusahaan, khususnya masyarakat itu sendiri.

Ketiga tahapan itu, dengan keterbatasan perusahaan, dapat dilakukan dengan mengajak “mitra yang berpengalaman”. Sehingga kepedulian tidak menjadi bumerang, menjadikan masyarakat sebagai  penadah bantuan.

Berikan kail, jangan berikan ikan, tidaklah cukup. Pengalaman berbagai program CSR dan juga  pemerinah yang memberikan kail dan umpan plus pembekalan, ternyata berakibat fatal. Umumnya kail dan umpan yang diterima, dalam beberapa hari, telah ditukar dengan uang. Atau kail dan umpan, yang diterima mereka ‘tidur-kan” bertumpuk di sudut rumah, tanpa dimanfaat kan. Hanya sebagian masyarakat yang mendayagunakan kail dengan umpan nya  sebagai “tool” untuk memperbaiki diri dan keluarga.

Kiat Kunci

Berpijak pada pengalaman lapangan dan keberhasilan CSR, patut dilihat beberapa kiat kunci sebelum memulai kiprah perusahaan melalui CSR;

·        Kesamaan pandangan perusahaan dalam konsep CSR dan implementasinya. Jangan sampai terjadi CEO perusahaan dengan kepedulian nya terlalu baik hati, sehingga muncul ungkapan yang kurang mendukung di lapangan, seperti obral “janji” , sehingga  “keswadayaan” dan “keberlanjutan” kepedulian terabaikan.

·        Penentuan titik mulai, baik aspek perhatian ataupun lokasi, sebuah persiapan yang cukup rumit. Tidak hanya kepentingan perusahaan, kebijakan Pemerintah dan kepentingan “politik” akan muncul. Pemahaman aspek yang akan digeluti di lokasi yang ditentukan, akan menjadi kunci keberhasilan atau kegagalan program CSR.

·     Berbagai program CSR yang berhasil adalah karena kejelian dalam poin kedua diatas. Lebih panting lagi, memulai dengan kegiatan skala kecil, akan mengurangi resiko adanya ketergantungan masyarakat pada perusahaan. Kegiatan kecil yang berhasil, dapat bergulir dengan kegiatan lain, pengembangan yang telah ada atau  krgiatan baru.

·      Intervensi financial dengan non financial yang proporsional. Dukungan pendanaan atau penyediaan fasilitas yang diberikan selalu disertai dengan penyadaran dan pembekalan kemampuan manajerial. Penyadaran dan pembekalan lebih intensif diawal program dan selanjutnya sesuai dengan kebutuhan setiap tahap pelaksanaan program itu sendiri.

·         Demikian banyak program yang beriorientasi pada masyarakat kecil dari pemerintah dan juga perusahaan. Upaya untuk mengaitkan kepedulian perusahaan, terhadap  ”on going program”, memerlukan telaah yang dalam dan hati-hati. Terutama tentang pemetaan intervensi dan sumber nya, pada bahagian mana perusahaan berperan dengan CSR nya.

·         Penemuan “relawan” dengan hati luhur di tengah masyarakat tidak mudah. Kader “relawan” akan terseleksi dalam proses pembekalan pada mereka, keikut sertaan dalam proses dan peran-peran yang “nir” muatan kepentingan, baik “politik, kepentingan atau atas nama wong cilik”, dll

·        Dukungan perusahaan dalam keempat tahapan (identifikasi kebutuhan, perencanaan, pengaggaran dan monev) memerlukan “perpanjangan tangan”, yakni para pemberdaya masyarakat yang berpengalaman.  Pemberdaya masyarakat menjadi fasilitator program yang independen, ke masyarakat dengan “kemasan kemandirian” ke perusahaan “kritisi kebijakan”.  Kepada pemerintah dan mitra lain akan berperan sebagai “connecting”.

Alternatif

Dengan kiat kunci  itu, beberapa pilihan program dapat menjadi agenda perusahaan untuk dikaji ulang lebih jauh untuk diperioritaskan melalui rangkaian kunjungan, dialog dengan masyarakat, relawan serta mitra, seperti:

  • Pengembangan embrio dari arisan kakus, arisan rumah yang berlangsung
  • Peningkatan embrio “arisan”, tabungan sosial”, menjadi sebuah Lembaga Keuangan Masyarakat
  • Pengembangan inisiatif lokal dalam pembibitan tanaman, budidaya perikanan dan kreasi tekhnologi tepat guna.
  • Penataan lingkungan (air, jalan setapak, irigasi, sampah) dengan basis budaya setempat yang dapat diperkuat.
  • Pengembangan Lembaga Pendidikan Khusus, untuk dhuafa, penddidikan dasar, integrasi budaya dll,
  • Pengembangan usaha kecil menengah dengan potensi sumber  alam setempat 
(Jalarta, Nopember 2014, H Muchtar Bahar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar